Takfir atau mengkafirkan orang lain tanpa bukti yang dibenarkan oleh syariâat merupakan sikap ekstrim yang ujung-ujungnya adalah tertumpahnya darah kaum muslimin secara semena-mena. Berawal dari takfir dan berakhir dengan tafjir (peledakan). Majelis Haiâah Kibar Al Ulama (Lembaga Perkumpulan Tokoh-Tokoh Ulama Saudi Arabia), pada pertemuannya yang ke-49 di Thaif telah mengkaji apa yang terjadi di banyak negeri Islam dan negeri lain, tentang takfir dan tafjir serta dampak yang ditimbulkan, baik berupa penumpahan darah maupun perusakan fasilitas-fasilitas umum. Beliau-beliau akhirnya menyampaikan penjelasan secara tertulis yang kami ringkas sebagai berikut.
Takfir (Menetapkan Hukum Kafir) Merupakan Hukum Syarâi
Seperti halnya penetapan hukum halal dan haram, maka penetapan hukum kafir juga harus dikembalikan kepada Alloh dan Rosul-Nya. Tidak setiap perkataan atau perbuatan yang disebut kufur berarti Kufur Akbar yang mengeluarkan (pelakunya) dari agama. Mengkafirkan seseorang tidak boleh dilakukan kecuali bila Al-Qurâan dan Sunnah telah membuktikan kekafirannya dengan bukti yang jelas, sehingga tidak cukup berdasarkan dugaan saja.
Itulah sebabnya Nabi shollallohu âalaihi wa sallam memperingatkan umatnya agar jangan sampai mengkafirkan orang yang tidak kafir. Beliau bersabda yang artinya, âSiapapun orangnya yang mengatakan kepada saudaranya âHai Kafirâ, maka perkataan itu akan mengenai salah satu diantara keduanya. Jika perkataan itu benar, (maka benar). Tetapi bila tidak, maka tuduhan itu akan kembali kepada diri orang yang mengatakannya.â (Muttafaq âalaih, dari Ibnu Umar)
Vonis kafir hanya bisa ditetapkan bila sebab-sebab serta syarat-syaratnya ada, dan faktor penghalangnya tidak ada. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan syarat-syarat tersebut yaitu bila orang tersebut: (1) Mengetahui atau memahami apa yang diucapkannya, maka bila ia (2) Dengan senang hati/ tidak terpaksa dan (3) Sengaja dalam mengucapkan apa yang dikatakannya; maka inilah yang perkataannya teranggap sebagai pembataal keislaman. Jadi bagaimana mungkin seorang mukmin lancang menetapkan hukum kafir hanya berdasarkan dugaan??
Apabila ternyata tuduhan kafir ini ditujukan kepada para penguasa (muslim), maka persoalannya jelas lebih parah lagi. Akibatnya akan menimbulkan sikap pembangkangan terhadap penguasa, angkat senjata melawan mereka, kekacauan, menumpahkan darah dan membuat keonaran di tengah-tengah masyarakat. Karena itu Nabi shollallohu âalaihi wa sallam melarang pemberontakan kepada penguasa. Beliau shollallohu âalaihi wa sallam bersabda: ââ¦.kecuali bila kalian lihat kekafiran yang nyata, yang tentangnya kalian memiliki bukti yang jelas dari Allah.â (Muttafaq âalaih, dari âUbaidah)
Dampak Mudah Mengkafirkan
Yaitu menumpahkan darah, melanggar kehormatan orang lain, merampas harta milik orang-orang tertentu atau orang umum, peledakan tempat-tempat pemukiman serta angkutan-angkutan umum dan perusakan bangunan-bangunan. Kegiatan-kegiatan ini dan yang semisalnya adalah haram menurut syariâat berdasarkan ijmaâ (kesepakatan) kaum muslimin. Berkenaan dengan jiwa orang kafir yang berada dalam jaminan keamanan dari pemerintah, Nabi shollallohu âalaihi wa sallam bersabda yang artinya, âBarangsiapa yang membunuh orang kafir yang berada dalam perjanjian (damai), maka ia tidak akan mencium baunya sorga.â (Muttafaq âalaih dari Abdullah bin Amr)
***
Penulis: Abu Syifaâ Fauzan Adhi Sasmita
Pengeboman = Jihad???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar