Jumat, 28 September 2012

Antara Kerja dan Mendidik Anak



Dijawab oleh Ustadz Muhammad Qasim, Lc.hafizhahullah


Al-Hamdulillah, saya dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3, seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.


Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.


Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami berhasil memenej waktunya dengan baik.Jazakumullahu khairan katsiran.


Jawab:


Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan mendasar. Pertama, tanggung jawab suami mencari nafkah. Kedua, tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.


Pertama, memang tak dapat dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum. Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah radhiallahu ‘anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bertanya: “Ya, Rasulullah! Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i).


Kedua, kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban yang harus ditunaikannya. Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia hadapi.


Pertama, waktu yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan istirahat.


Kedua, kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami. Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah. Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit. Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan oleh Abdullah bin Mas’udradhiallahu ‘anhu, ia berkata:


إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)


Sesungguhnya, hati itu terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling dan menolak. (HR ad-Dârimi).


Jika istri melihat kondisi suami telah siap untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak berdiskusi, maka mulailah pembericaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.



  • Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. ( متفق عليه )



Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. (Muttafaqun ‘alaihi).



  • Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ   (dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu) -HR Muslim. Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.



  • Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah n bersabda:


مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ                           


Tidaklah setiap anak kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (Muttafaqun ‘alaihi).



  1. Menurut para ahli, secara psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar, ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.

  2. Berikan pula perhatian kepada anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama anak walau hanya sesaat, namun sering. Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang mau mendidik anak-anaknya dengan baik:


مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ ( متفق عليه )


Barang siapa diuji dengan beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka. (Muttafqun ‘alaihi).



  1. Istri perlu pendamping yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan), sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Qs. an-Nisâ`/4:34).

  2. Ingatlah, anak shâlih mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah berfirman, yang artinya: Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (Qs ath-Thûr/52:21).


Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz Muhammad Qasim).


Sumber : disalin dari kumpulan naskah Majalah As-Sunnah www.salafiyunpad.wordpress.com



Antara Kerja dan Mendidik Anak

Download Buku Gratis: Petunjuk Bagi Jamaah Haji dan Umrah



Download Buku Gratis: Petunjuk Bagi Jamaah Haji dan Umrah (Panduan Ibadah Haji dan Umroh Sesuai Sunnah Nabi)


Berikut ini kami hadirkan ebook gratis dengan judul Petunjuk  Bagi Jamaah Haji dan Umrahyang ditulis oleh Syaikh Thalal bin AHmad Al-Aqil. Buku ini menjelaskan tentang tuntunan haji dan umrah sesuai al-Quran dan as-Sunnah, mulai dari tempat-tempat untuk berihram,sifat haji dan umrah, hari tarwiyah, hari arafah, penjelasan tentang muzdalifah, hari berkurban, hari tasyrik, hukum-hukum seputar mukminat yang berhaji atau umrah, serta berbagai fatwa ulama seputar maslah haji dan umrah. Semoga bermanfaat dan silakan download pada link berikut:


 


Download Buku Petunjuk  Bagi Jamaah Haji dan Umrah


Kunjungi website Perpustakaan Islam Digital di http://mufiidah.net danhttp://mufiidah.com



Download Buku Gratis: Petunjuk Bagi Jamaah Haji dan Umrah

Melihat Dan Menyebarkan Video Porno?



Pertanyaan:


Assalamualaikum warohmattullahi wabarokatuh, Ustadz Zain, apa kabar? Apakah ustadz punya kumpulan hukum/ayat-Quran/hadist ttg menonton film porno, yg ramai saat ini?



Jazakumullah khairan khatsiron.




Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Alhamdulillah bi khoir pak, semoga bapak dan sekeluarga juga selalu dalam petunjuk dan lindungan Allah Ta’ala.

Menyebarkan video porno termasuk hal yang sangat diharamkan dalam agama Islam dan mendapatkan ancaman tegas dari Allah Ta’ala, Allah berfirman:


{إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ} [النور: 19]

Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” QS An Nur; 19


Tersebarnya perbuatan zina (porno) adalah penyebab utama tersebarnya penyakit, dan kebinasaan serta kehancuran:


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِى قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِى لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِى أَسْلاَفِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا. سنن ابن ماجه


Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah terlihat perbuatan Fahisyah (perbuatan yang sangat kotor dan keji, diartikan pula sebagai zina) sampai-sampai disebarkan perbuatan tersebut kecuali akan tersebar di antara mereka penyakit Tha’un dan penyakit lainnya yang belum pernah ada sebelum mereka”. HR Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al Albani, lihat Ash Shahihah: no. 106


عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ, قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَهْلِكُ وَفِينَا الصَّالِحُونَ قَالَ « نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ. صحيح مسلم

Artinya: “Dari Ummu Habibah dari Zainab Binti Jahsy radhiyallahu ‘anhuma, beliau bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kita akan binasa padahal orang-orang shalih masih ada di sekita kita?”, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Iya jika banyak perbuatan khobats (zina)”. HR Bukhari dan Muslim.


Melihat aurat sesama jenis diharamkan dalam agama Islam, karena Nabi Muhammad shallallahu a’alaihi wasallam bersabda:


عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ ».صحيح مسلم




Artinya: “Dari Abu Said Al Khudri radhiyallahu a’anhu, Rasulullah shallallahu a’alaihi wasallam bersabda: “Jangalah seorang laki-laki melihat kepada aurat laki-laki dan seorang wanita melihat kepada wanita”. HR Muslim



Melihat Dan Menyebarkan Video Porno?

Nasehat untuk pengakses situs video porno



Nasehat untuk pengakses situs video porno




Ustadz, saya seorang remaja yang sedang berusaha memasuki islam secara kaffah, namun terkadang saya tidak mampu untuk menahan syahwat saya sehingga menonton video-video di internet yang haram. beri saya nasehat ustadz agar mampu untuk meninggalkan video-video seperti itu barokallahu fikum.


From: <hammas.haXXXX@gmail.com>


Jawaban:


Bismillah, was shalatu was salamu ‘ala rasulillah.


Tidak ada cara lain, selain meninggalkan video-video haram tersebut dan semua sebab yang bisa menimbulkan syahwat, jika benar bahwa anda ingin masuk islam secara kaffah. Selanjutnya, ada dua cara yang bisa dijadikan solusi bagi remaja yang ingin menikah tapi belum mampu


Pertama, rajinlah berpuasa sunnah. Karena ini bisa membendung syahwat remaja yang belum menikah. Sebagaimana pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :


وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ


”Sementara siapa yang belum mampu nikah maka dia harus berpuasa, karena (puasa) itu bisa menjadi penangkal syahwat baginya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dll)


Kedua, rajin-rajinlah menghafal Al-Quran dan hadis


Dengan rajin menghafal Al-Quran atau hadis, atau keterangan ulama, ini akan menyibukkan pikiran seseorang dari lintasan kotor dan bayangan aurat yang pernah dia lihat. Karena jika hati dan pikiran ini disibukkan dengan yang baik maka yang buruk akan menyingkir.


 


Sementara untuk internet, kita menyadari tidak bisa steril dan bersih dari noda aurat. Bahkan konten aurat jauh lebih banyak dibandingkan konten yang baik.. Internet itu bak rimba raya, yang penuh dengan binatang buas, lintah, dan duri yang berbahaya.


Karena itu, berhati-hatilah ketika berinteraksi dengan internet. Kami sarankan, jika tidak mendesak untuk mengakses internet, sebaiknya anda menahan diri untuk tidak melakukannya. Ingatlah, ketika anda berdua-duaan dengan internet, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Dzat ketiga. Dia mengetahui apa yang kita kerjakan. Allah berfirman,


أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَافِي السَّمَاوَاتِ وَمَافِي اْلأَرْضِ مَايَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلاَثَةٍ إِلاَّ هُوَ رَابِعُهُمْ وَلاَخَمْسَةٍ إِلاَّهُوَ سَادِسُهُمْ وَلآأَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلآ أَكْثَرَ إِلاَّ هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَاكَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَاعَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللهَ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ


“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Mujadiilah: 7)


Jika lelaki dan wanita yang bukan mahram berduaan di satu tempat maka setan akan menjadi sosok ketiga, ternyata hal yang sama juga terjadi pada anda dan internet.


Syeikh Ali  bin Hasan Al-Halabi -salah seorang ulama ahli hadits- mengatakan, “Orang yang berduaan dengan internet, yang ketiganya adalah setan.”


Wallahu a’lam


Di jawab oleh Ammi Nur Baits


 


 



Nasehat untuk pengakses situs video porno

Video “Panas” buat Suami Istri yang Lagi Jauh


Video HOT


Dijawab oleh Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A.


 


Pertanyaan:


Assalamu ‘alaykum, Ustadz. Kami baru menikah. Sekitar 2 bulan, Suami lanjut kuliah di Timur Tengah, jadi kami berjauhan. Suami minta kirim foto-foto saya dan suruh merekam bikin video agar saya berlenggak-lenggok dengan tanpa sehelai baju. Apa saya harus menuruti keinginan suami saya? Dan bolehkah saya juga minta video suami tanpa baju juga? Syukron wa jazakallahu khairan.


NN (**@gmail.com)


Jawaban:


Wassalamu ‘alaikum. Tidak layak, atau dengan bahasa yang lebih tegas: haram bagi seseorang membuat video atau rekaman gambar, semacam yang disebutkan dalam pertanyaan. Walaupun tujuan awalnya dikhususkan untuk suami atau istri saja, namun telah menjadi rahasia umum, video semacam ini sering kali bocor ke tangan masyarakat, lebih-lebih di era kecanggihan teknologi saat ini.


Di samping itu, tindakan semacam ini justru akan meningkatkan syahwat kedua belah pihak, yang bisa jadi akan memicu terjadinya perbuatan yang diharamkan, semacam onani dan yang lainnya.


Untuk itu, kami sarankan, lebih baik, jika memang tidak bisa bersabar untuk menjaga diri dari perbuatan haram, Saudara berdua mengambil salah satu dari dua hal berikut sebagai solusi:



  1. istri ikut serta suami;

  2. suami berhenti kuliah.


Wassalamu ‘alaikum.


Tambahan redaksi KonsultasiSyariah.com:


Alasan kami melarang tindakan di atas dengan dua pertimbangan yang kami sampaikan, karena dalam pembahasan ilmu ushul fiqh terdapat satu kaidah, yang disebut: ‘saddud dzari’ah’artinya menutup segala celah yang mengantarkan kepada kemaksiatan. Meskipun bisa jadi, pada asalnya perbuatan itu halal. Misalnya, Allah melarang kaum muslimin mencela tuhan orang kafir, karena bisa memicu mereka untuk membalas dengan mencela Allah. Allah berfirman,


وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ


“Janganlah kalian mencela tuhan-tuhan selain Allah yang mereka sembah, karena mereka akan mencela Allah, dengan bentuk kedzaliman dan tanpa dasar ilmu (tentang Allah).” (QS. Al-An’an: 108).


Dijawab oleh Dr. Arifin Baderi, M.A. 
Sumber :  www.KonsultasiSyariah.com



Video “Panas” buat Suami Istri yang Lagi Jauh

Kajian iLmiyyah ” Terorisme Bukanlah Jihad” 30/09/2012


Bismillahirrahmanirrahim


HADIRILAH!


Kajian Islam Ilmiyyah Ahlussunnah Wal Jama’ah


Dengan Tema :


” Terorisme Bukanlah Jihad”


Pembicara:


Al Ustadz Qomar Su’aidi Lc


(Pengasuh Ma’had Darul Atsar Temanggung)


Tempat:


Masjid Al Anshar, Botolor,


Desa Ngembal Rejo, Gang 5, Rt.4/Rw.5


Hari, Tanggal:


Ahad, 14 Dzulqo’dah 1433H


30 September 2012


Waktu:


10.00 WIB – Selesai


Acara Pengajian Akbar ini diselenggarakan oleh;


PONPES AL ANSHAR


KUDUS, BOTOLOR, NGEMPAL REJO. GANG 5, RT.4/5


Untuk informasi kajian, silahkan hubungi CP


085640669122 . 085290071845




Kajian iLmiyyah ” Terorisme Bukanlah Jihad” 30/09/2012

Menolak Kemunkaran Dan Bid'ah



Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. (رواه البخاري ومسلم) وَ فِيْ رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.


Diriwayatkan dari Ummul-Mu’minin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah x ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Barangsiapa yang menciptakan hal baru dalam perkara (ibadah) yang tidak ada dasar hukumnya, maka ia ditolak”. (HR al Bukhari dan Muslim). Dalam hadits riwayat Muslim: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa melakukan amalan, yang tidak didasari perintah kami, maka ia ditolak”.


BIOGRAFI PERAWI HADITS

Beliau adalah Ummul-Mu’minin, ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhuma, isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi di Mekkah pada saat berusia enam tahun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup bersamanya di Madinah ketika ia berusia sembilan tahun, yaitu pada tahun kedua Hijriyyah dan beliau tidak menikah dengan gadis selainnya.


Dia adalah isteri yang paling dicintai di antara isteri-isteri beliau yang lainnya. Dia adalah wanita yang dibebaskan oleh Allah dari berita bohong yang menimpanya dengan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia banyak menghafal hadits, dan termasuk wanita yang paling pandai. Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepadanya, bahwa Malaikat Jibril Alaihissallam menitip salam kepadanya.


Pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, ia berusia delapan belas tahun. Dikabarkan bahwa ia adalah wanita termulia dan akan menjadi isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga. ‘Aisyah wafat pada tahun 58 Hijriyyah dalam usia 67 tahun, dan dikuburkan di pemakaman Baqi’.[1]


TAKHRIJUL-HADITS

1. Shahih al Bukhari, kitab ash-Shulhi, bab Idzas Tholahu ‘ala Shulhi Jaurin, no. 2550.

2. Shahih Muslim, kitab al Aqhdiyah, bab Naqdhil-Ahkamil Bathilah wa Raddi Muhdatsatil-Umur (no. 1718 (17, 18).

3. Sunan Abi Dawud, kitab as-Sunnah, bab Fi Luzumis-Sunnah, no. 4606.

4. Sunan Ibni Majah dalam al Muqaddimah, no. 14.

5. Musnad Imam Ahmad (VI/73, 146, 180, 240, 256, 270).

6. Shahih Ibni Hibban, no. 26 dan 27.


AHAMMIYATUL HADITS (URGENSI HADITS)

Imam an-Nawawi (wafat tahun 676 H) t berkata,”Hadits ini perlu dihafal dan dijadikan dalil untuk menolak segala kemunkaran.”


Ibnu Daqiqil-‘Id (wafat tahun 702 H) rahimahullah berkata,”Hadits ini adalah salah satu pedoman penting dalam agama Islam, yang merupakan jawami’ul kalim (kalimat yang pendek namun penuh arti) yang dikaruniakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Hadits ini dengan tegas menolak setiap perkara bid’ah, dan setiap perkara (dalam urusan agama) yang direkayasa. Sebagian ahli ushul fiqih menjadikan hadits ini sebagai dasar kaidah, bahwa setiap yang terlarang dinyatakan sebagai hal yang merusak.”[2]


Ibnu Rajab al Hanbali (wafat tahun 795 H) rahimahullah berkata,”Hadits ini adalah salah satu prinsip dasar yang agung dari prinsip-prinsip dasar Islam, dan menjadi barometer dari setiap amal perbuatan yang zhahir (terlihat). Sebagaimana hadits,’Innamal-a’malu binniyat…(sesungguhnya seluruh amal perbuatan tergantung dengan niatnya…)’. merupakan barometer dari setiap perbuatan dari segi batin (niat)”.


Sesungguhnya setiap amal perbuatan yang tidak ditujukan untuk mencari ridha Allah, maka amal tersebut tidak berpahala. Demikian pula halnya dengan segala amal perbuatan yang tidak atas dasar perintah Allah dan Rasul-Nya juga tertolak dari pelakunya. Siapa saja yang menciptakan hal-hal baru dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka bukanlah termasuk perkara agama sedikit pun. [3]


Al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani rahimahullah berkata,”Hadits ini termasuk bagian dari prinsip-prinsip dasar Islam dan merupakan satu kaidah dari kaidah-kaidah Islam.”[4]


FIQHUL HADITS (KANDUNGAN HADITS)

1. Pelaksanaan Syari’at Islam Harus Dilakukan Dengan Cara Ittiba’ (Mengikuti), Bukan Ibtida’ (Mengada-ngada).

Melalui hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaga kemurnian Islam dari tangan orang-orang yang melampaui batas. Hadits ini merupakan jawami’ul kalim (kalimat singkat namun penuh makna), yang mengacu pada berbagai nash al Qur`an yang menyatakan, bahwa keselamatan seseorang hanya akan diraih dengan mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , tanpa menambah ataupun mengurangi, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:


قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ


Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika kalian semua mencintai Allah, maka ikutilah aku; tentu Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Ali ‘Imran/3:31].


Juga firman-Nya:


وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ


Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. [Ali ‘Imran/3:85]


Juga dalam firman-Nya,


وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ


Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang sesat) karena dapat mencerai-beraikan kalian dari jalan-Ku. [al An’am/6:153].


Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya bahwa dalam khutbahnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَالْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.


Sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah (al Qur`an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Seburuk-buruk perkara adalah yang dibuat-buat, dan semua yang dibuat-buat adalah bid’ah, sedangkan semua bid’ah adalah sesat.


Dalam riwayat al Baihaqi dan an-Nasa-i terdapat tambahan:


وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.


Dan semua kesesatan masuk neraka.


2. Berbagai Perbuatan Yang Tertolak.

Hadits ini merupakan dasar yang jelas, bahwa semua perbuatan yang tidak didasari oleh perintah syari’at adalah tertolak. Hadits ini juga menunjukkan, bahwa semua perbuatan—baik yang berhubungan dengan perintah maupun larangan—terikat dengan hukum syari’at. Karenanya, sungguh sangat sesat perbuatan yang keluar dari ketentuan syari’at; seolah-olah perbuatanlah yang menghukumi syari’at, dan bukan syari’at yang menghukumi perbuatan. Oleh karena itu, setiap muslim wajib menyatakan, perbuatan-perbuatan yang ada di luar ketentuan syari’at adalah bathil dan tertolak.


Perbuatan-perbuatan yang ada di luar ketentuan syari’at ini terbagi dua. Pertama, dalam masalah ibadah. Kedua, dalam masalah mu’amalah.


Pertama : Dalam masalah ibadah.

Hukum asal ibadah, pada asalnya adalah dilarang, kecuali yang dicontohkan oleh syari’at. Setiap orang yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan suatu ibadah, maka harus ada dalil shahih yang menunjukkan disyari’atkannya ibadah tersebut. Jika ibadah yang dilakukan seseorang keluar dari hukum syari’at, maka perbuatan tersebut tertolak. Ini masuk dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :


أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ


Apakah mereka mempunyai sekutu selain Allah yang menetapkan aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan (diridhai) Allah? [asy-Syura/42:21].


Contohnya, mendekatkan diri kepada Allah dengan mendengar nyanyian, menari, melihat wanita, atau berbagai perbuatan lainnya yang tidak berdasar pada syari’at. Mereka inilah orang-orang yang dibutakan hatinya oleh Allah, sehingga tidak bisa melihat kebenaran; bahkan kemudian selalu mengikuti langkah-langkah setan. Mereka mengklaim, bahwa mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah melalui kesesatan yang mereka ada-adakan.


Mereka ini, tidak jauh berbeda dengan orang-orang Arab Jahiliyah yang menciptakan satu bentuk ibadah dan pendekatan diri kepada Allah, sedangkan Allah tidak menurunkan hujjah (ilmu) atasnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً ۚ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ


Dan shalat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan. Maka rasakanlah adzab disebabkan karena kekafiranmu itu. [al Anfal/8:35].


Terkadang suatu perbuatan disyari’atkan dalam suatu ibadah, tetapi tidak menjadi ibadah yang benar pada waktu dan tempat yang lain.


Sebagai contoh, berdiri dalam shalat adalah amal (perbuatan) ketaatan yang disyari’atkan. Akan tetapi, sengaja berdiri di bawah sengatan terik matahari ketika melakukan puasa tidaklah disyari’atkan. Pernah, pada masa Nabi Muhammad ada orang yang berpuasa sambil berdiri di bawah sengatan terik matahari. Ia tidak duduk dan tidak berteduh. Lalu Rasulullah menyuruhnya untuk duduk dan berteduh sambil terus menyempurnakan puasanya.[5]


Para ulama telah sepakat, suatu ibadah tidaklah sah, kecuali apabila terkumpul dua syarat. Yaitu ikhlas karena Allah dan mutaba’ah (mengikuti contoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ). Hendaknya diketahui, bahwasanya mutaba’ah (ittiba) tidak akan terwujud, melainkan bila amal itu sesuai dengan syari’at Islam dalam enam perkara: (a) sebabnya, (b) jenisnya, (c) kadar (bilangan/ukuran)nya, (d) kaifiyat (cara)nya, (e) waktunya, dan (f) tempatnya.


a. Sebabnya.

Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan sebab yang tidak disyariatkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima. Misalnya, ada orang yang melakukan shalat tahajud pada malam 27 bulan Rajab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam mi’raj Rasulullah (dinaikkan ke atas langit). Shalat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab tersebut, maka ia menjadi bid’ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak ditetapkan dalam syari’at. Syarat ini sangat penting, karena dengan demikian akan dapat diketahui beberapa macam amal yang dianggap termasuk sunnah, namun sebenarnya adalah bid’ah.


b. Jenisnya.

Maksudnya, ibadah harus sesuai dengan syari’at dalam jenisnya. Jika tidak, maka tidak diterima. Misalnya, seorang yang menyembelih kuda untuk kurban. Maka penyembelihan ini tidak sah, karena menyalahi ketentuan syari’at dalam jenisnya. Yang boleh dijadikan kurban yaitu unta, sapi, dan kambing.


c. Kadar (bilangan/ukuran)nya.

Jika ada seseorang yang menambah bilangan raka’at shalat, yang menurutnya penambahan itu diperintahkan, maka shalat tersebut adalah bid’ah dan tidak diterima, karena tidak sesuai dengan ketentuan syari’at dalam hal jumlah bilangan raka’atnya. Jadi apabila ada orang shalat Zhuhur lima raka’at, umpamanya, maka shalatnya tidak sah.


d. Kaifiyat (cara)nya.

Seandainya ada orang yang shalat, dia sujud terlebih dahulu sebelum ruku, maka shalatnya tidak sah dan tertolak, karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syari’at.


e. Waktunya.

Apabila ada orang yang menyembelih binatang kurban atau hadyu pada hari pertama bulan Dzulhijjah, maka sembelihan (kurban)nya tidak sah, karena waktu pelaksanaannya di luar ketentuan ajaran Islam. Contoh lain, orang yang shalat sebelum masuk waktunya, maka shalatnya tidak diterima.


f. Tempatnya.

Andaikata ada orang yang beri’tikaf di tempat selain masjid, maka i’tikafnya. tidak sah. Sebab, tempat i’tikaf hanyalah di masjid.[6]


Kedua : Dalam masalah mu’amalah.

Hukum asal dalam mu’amalah adalah dihalalkan, kecuali mu’amalah yang diada-adakan; yang memang ada keterangan dari syari’at yang menunjukkan diharamkannya mu’amalah tersebut.


Keterangannya sebagai berikut:

a. Berbagai akad yang dilakukan manusia yang dilakukan sebagai ganti dari akad syari’at yang sah.

Contohnya, kejadian pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Suatu saat ada orang yang bertanya kepada Rasulullah dan menginginkan agar hukuman zina diubah dengan denda, maka Rasulullah menolaknya. Lebih lengkapnya, kejadian tersebut diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dan Imam Muslim dalam sebuah hadits yang menyatakan, bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi seseorang. Orang itu berkata: “Anakku bekerja pada si Fulan, lalu ia berzina dengan isterinya. Saya telah membayar denda sebanyak seratus kambing dan seorang pembantu.” Mendengar penuturannya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seratus kambing dan pembantu dikembalikan kepadamu, dan hukuman bagi anakmu seratus kali cambukan dan diasingkan selama satu tahun”.


b. Akad yang dilarang menurut syari’at, seperti:

- Pernikahan yang haramkan oleh Allah dengan sebab kerabat, atau nasab, atau menggabungkan dua saudara. Maka akadnya adalah bathil (tidak sah).

- Hilangnya salah satu syarat dalam akad, seperti nikah tanpa wali, baik gadis maupun janda, maka akad nikahnya tidak sah.

- Akad yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, seperti jual-beli khamr (minuman keras), bangkai, babi, patung, anjing, riba, dan semua jual-beli yang dilarang menurut syari’at, maka akadnya bathil dan tertolak.

- Akad yang di dalamnya ada kezhaliman atau penipuan, maka dikembalikan kepada yang dizhalimi, dan lainnya.


Demikian juga semua akad (transaksi) yang dilarang oleh syara’, atau dua orang yang melakukan akad mengabaikan salah satu rukun atau syarat akad, maka akad tersebut bisa batal dan tertolak. Permasalahan ini, tentang sah dan tidaknya serta tertolak dan tidaknya, secara lebih rinci bisa dibaca di kitab-kitab fiqih.


3. Perbuatan Yang Diterima.

Dalam kehidupan, ada perkara-perkara yang sifatnya baru dan tidak bertentangan dengan syari’at, bahkan sesuai atau cenderung didukung dasar-dasar syari’at. Maka perkara-perkara tersebut diterima. Hal inilah yang disebut dengan maslahat mursalah. Para sahabat banyak mencontohkan hal ini. Seperti menghimpun al Qur`an pada masa Abu Bakar, penyeragaman (bacaan) al Qur`an pada masa ‘Utsman bin ‘Affan dengan mengirimkan salinan-salinan mushaf ke berbagai penjuru disertai para qari’.


Contoh lainnya, penulisan ilmu nahwu, tafsir, sanad hadits dan berbagai ilmu lainnya, baik teori maupun yang bersifat empiris yang sangat bermanfaat bagi manusia, dan dapat mendorong terwujudnya pelaksanaan hukum Allah di muka bumi ini.


Dari uraian di atas bisa disimpulkan, bahwa perkara-perkara yang sifatnya baru dan bertentangan dengan syari’at, maka perkara tersebut tergolong bid’ah yang tercela dan sesat. Namun perkara yang sifatnya baru dan tidak bertentangan dengan syari’at, tetapi bahkan sesuai dan didukung syari’at, maka perkara tersebut baik dan diterima.


Dari perkara-perkara itu ada yang sunnah, ada juga yang sifatnya fardhu kifayah. Bid’ah yang sesat pun bervariasi; ada yang makruh dan ada yang haram, tergantung bahaya yang ditimbulkan dan ketidaksesuaiannya dengan nilai-nilai Islam. Bahkan dalam melakukan perbuatan bid’ah tersebut, seseorang bisa terjerumus pada kekufuran dan kesesatan. Misalnya, orang yang bergabung dengan aliran sesat, yang mengingkari wahyu dan syari’at Allah, mengajak untuk menerapkan hukum buatan manusia, menuduh penerapan hukum Allah merupakan keterbelakangan. Atau orang yang bergabung dengan jama’ah-jama’ah sufi yang meremehkan berbagai kewajiban, atau mempunyai paham wihdatul wujud ataupun hulul (manunggaling kawulo gusti) dan berbagai perilaku sesat lainnya; maka perbuatan ini jelas-jelas kufur, dan dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam; tentunya, setelah terpenuhi syarat dan tidak ada penghalang yang membuat dia keluar dari Islam.


Yang juga termasuk bid’ah sayyi’ah atau sesat, yaitu pengagungan terhadap suatu benda dan minta keberkahan kepada benda tersebut dengan keyakinan, bahwa benda yang ia agungkan bisa memberi manfaat. Misalnya mengagungkan pohon, batu atau lainnya. Pernah, suatu saat para sahabat lewat di samping pohon bidara yang diagung-agungkan orang-orang musyrik.


Diriwayatkan dari Abu Waqid al Laitsi Radhiyallahu anhu , ia berkata:


Kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Hunain, dan kami adalah orang-orang yang baru masuk Islam. Ketika itu orang-orang musyrik memiliki sebatang pohon bidara yang disebut dzatu anwath. Mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu. Kami pun berkata: “Ya, Rasulullah. Buatkanlah kami dzatu anwath sebagaimana mereka orang musyrik mempunyai dzatu anwath.” Rasulullah bersabda:


سُبْحَانَ اللهِ هَذَا كَمَا قَالَ قَوْمُ مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ.


[Subhanallaah, hal ini seperti perkataan kaum Nabi Musa (Bani Israil kepada Musa),‘Buatkanlah untuk kami sesembahan, sebagaimana mereka memiliki sesembahan'. –QS al A’raf/7 ayat 138- Demi Rabb yang diriku berada di tangan-Nya, kamu benar-benar mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu]. [HR at-Tirmidzi no. 2181. Beliau berkata,"Hadits ini hasan shahih.”].


Dalam hal ini mereka tidak kafir, karena mereka baru masuk Islam. Dan perkataan tersebut, mereka ucapkan karena ketidaktahuan.


Hadits kedua, “Barangsiapa melakukan amalan, yang tidak didasari perintah kami, maka ia (amalan tersebut) ditolak”, karena sebagian ahli bid’ah membantah hadits pertama “Barangsiapa yang menciptakan hal baru dalam perkara (ibadah) yang tidak ada dasar hukumnya, maka ia ditolak”. Mereka berargumen, kami tidak pernah menciptakan hal baru. Apa yang kami lakukan, telah kami dapatkan dari orang-orang sebelum kami.


Maka dengan penyebutan hadits kedua ini, argumentasi mereka tidak bernilai.

1. Dari hadits di atas bisa kita pahami, barangsiapa yang mereka-reka satu amalan, maka dosanya, ia sendiri yang menanggung dan amalan tersebut tertolak.


2. Setiap orang yang mengadakan sesuatu yang baru dalam ibadah, seperti doa dan dzikir tertentu yang tidak ada Sunnahnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka ia telah berdosa dari empat segi.

a. Meninggalkan doa dan dzikir yang disyari’atkan.

b. Menambah-nambah syari’at Islam.

c. Mensunnahkan sesuatu yang tidak disyari’atkan.

d. Mengelabui orang awam, yang menurut mereka, bahwa hal itu boleh dikerjakan.[7]


KESIMPULAN

Wajib atas setiap penuntut ilmu untuk berhati-hati, dan tidak terburu-buru dalam menghukumi suatu amal ditolak (tidak diterima) berdalil dengan hadits ini. Wajib atasnya untuk melihat dan mencari pendapat ulama tentang hukum dalam suatu masalah. Dia harus memahami kaidah dan prinsip yang dipakai oleh para ulama dalam menentukan suatu amal diterima atau ditolak.[8] Wallahu A’lam.


FAWAIDUL HADITS (MANFAAT HADITS)

1. Hadits ini sebagai barometer (timbangan) amal yang zhahir.

2. Perbuatan bid’ah adalah diharamkan dalam agama.

3. Amal perbuatan yang dibangun di atas bid’ah, maka ia tertolak.

4. Bahwasanya larangan terhadap sesuatu, cenderung karena adanya dampak kerusakan sesuatu tersebut.

5. Semua perbuatan yang diada-adakan dalam Islam yang tidak ada tuntunan dari syari’at, maka perbuatan itu tertolak, meskipun dilakukan dengan niat yang baik.

6. Amal shalih yang dilakukan tidak mengikuti ketentuan syari’at, seperti enam perkara di atas (yaitu sebab, jenis, kadar, kaifiyat, waktu, dan tempat), maka amalnya bathil dan tidak sah.

7. Bahwasanya agama Islam adalah agama yang sempurna, dan tidak ada kekurangan padanya.

8. Kewajiban umat Islam adalah ikhlas dalam beribadah kepada Allah dan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

9. Syarat diterimanya amal adalah ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti contoh Rasulullah).


MARAJI’

1. Syarah al Arba’in li Ibni Daqiqil ‘Id, Cet. Th. 1427 H, Dar Ibni Hazm.

2. Jami’ul-‘Ulum wal-Hikam, tahqiq Syaikh Syu’aib al-Arnauth dan Ibrahim Baajis.

3. Al Wafi fi Syarhil-Arba’in an-Nawawiyyah, karya Dr. Musthafa al Bugha dan Muhyiddin Mostu, Cet. VIII, Th. 1413 H, Maktabah Dar at-Turats.

4. Qawa-id wa Fawa-id minal-Arba’in an-Nawawiyyah, karya Nazhim Muhammad Sulthan, Cet. I, Th. 1408 H, Dar as-Salafiyyah.

5. Syarah al Arba’in, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, Cet. III, Th. 1425 H, Dar Tsurayya lin-Nasyr.

6. Fat-hul Qowiyyil Matin fi Syarh al Arba’in wa Tatimmatul-Khamsin, karya Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamd al ‘Abbad al Badr, Cet. I, Th. 1424 H, Dar Ibni ‘Affan.

7. Tash-hihud-Du’a`, karya Syaikh Bakr Abu Zaid.


[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XI/1428/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]


Sumber : almanhaj.or.id

_______

Footnote

[1]. Lihat biografi lengkap beliau dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa’ad (juz 6, no. 4120) dan al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani, al Ishabah fi Tamyizish-Shahabah (IV/359-360, no. 704).

[2]. Syarah Arba’in li Ibni Daqiqil-‘Id, Cetakan Dar Ibn Hazm, 1427 H, hlm. 43

[3]. Jami’ul-‘Ulum wal-Hikam (I/176), tahqiq Syaikh Syu’aib al Arnauth dan Ibrahim Bajis.

[4]. Fat-hul Bari (V/302-303).

[5]. HR al Bukhari, Abu Dawud, dan ath-Thahawi dalam Musykilul-Atsar. Lihat kitab al Wafii fi Syarhi al-Arba’in an-Nawawiyyah, hlm. 31-32 dan Qawa-id wa Fawa-id, hlm. 76.

[6]. Lihat al Ibda’ fi Kamalisy Syara’ wa Khatharil Ibtida’, hlm. 20-23 dan Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin t , Syarah Arba’in, hlm. 114-118.

[7]. Lihat Syaikh Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid, Tash-hihud-Du’a’, hlm. 44

[8]. Lihat Qawaid wa Fawaid minal Arbain an-Nawawiyyah, hlm. 80.



Menolak Kemunkaran Dan Bid'ah

Ternyata Hari Jum’at itu Istimewa


Penyusun: Ummu Aufa

Muraja’ah: Ustadz Abu Salman


Saudariku, kabar gembira untuk kita semua bahwa ternyata kita mempunyai hari yang istimewa dalam deretan 7 hari yang kita kenal. Hari itu adalah hari jum’at. Saudariku, hari jum’at memang istimewa namun tidak selayaknya kita berlebihan dalam menanggapinya. Dalam artian, kita mengkhususkan dengan ibadah tertentu misalnya puasa tertentu khusus hari Jum’at, tidak boleh pula mengkhususkan bacaan dzikir, do’a dan membaca surat-surat tertentu pada malam dan hari jum’at kecuali yang disyari’atkan.

Nah artikel kali ini, akan menguraikan beberapa keutamaan-keutamaan serta amalan-amalan yang disyari’atkan pada hari jum’at. Semoga dengan kita memahami keutamaannya, kita bisa lebih bersemangat untuk memaksimalkan dalam melaksanakan amalan-amalan yang disyari’atkan pada hari itu, dan agar bisa meraih keutamaan-keutamaan tersebut.


Keutamaan Hari Jum’at


1. Hari paling utama di dunia


Ada beberapa peristiwa yang terjadi pada hari jum’at ini, antara lain:



  • Allah menciptakan Nabi Adam ‘alaihissallam dan mewafatkannya.

  • Hari Nabi Adam ‘alaihissallam dimasukkan ke dalam surga.

  • Hari Nabi Adam ‘alaihissallam diturunkan dari surga menuju bumi.

  • Hari akan terjadinya kiamat.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberkata:


“Hari paling baik dimana matahari terbit pada hari itu adalah hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin shalat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintannya.” (HR. Muslim)


2. Hari bagi kaum muslimin


Hari jum’at adalah hari berkumpulnya umt Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masjid-masjid mereka yang besar untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah jum’at yang berisi wasiat taqwa dan nasehat-nasehat, serta do’a.


Dari Kuzhaifah dan Rabi’i bin Harrasy radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah menyesatkan orang-orang sebelum kami pada hari jum’at, Yahudi pada hari sabtu, dan Nasrani pada hari ahad, kemudian Allah mendatangkan kami dan memberi petunjuk pada hari jum’at, mereka umat sebelum kami akan menjadi pengikut pada hari kiamat, kami adalah yang terakhir dari penghuni dunia ini dan yang pertama pada hari kiamat yang akan dihakimi sebelum umat yang lain.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)


3. Hari yang paling mulia dan merupakan penghulu dari hari-hari


Dari Abu Lubabah bin Ibnu Mundzir radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Hari jum’at adalah penghulu hari-hari dan hari yang paling mulia di sisi Allah, hari jum’at ini lebih mulia dari hari raya Idhul Fitri dan Idul Adha di sisi Allah, pada hari jum’at terdapat lima peristiwa, diciptakannya Adam dan diturunkannya ke bumi, pada hari jum’at juga Adam dimatikan, di hari jum’at terdapat waktu yang mana jika seseorang meminta kepada Allah maka akan dikabulkan selama tidak memohon yang haram, dan di hari jum’at pula akan terjadi kiamat, tidaklah seseorang malaikat yang dekat di sisi Allah, di bumi dan di langit kecuali dia dikasihi pada hari jum’at.” (HR. Ahmad)


4. Waktu yang mustajab untuk berdo’a


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyebut hari jum’at lalu beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Di hari jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Bukhari Muslim)


Namun mengenai penentuan waktu, para ulama berselisih pendapat. Diantara pendapat-pendapat tersebut ada 2 pendapat yang paling kuat:


a. Waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat jum’at


Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa ‘Abdullah bin ‘Umarradhiyallahu ‘anhuma berkata padanya, “Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah sehubungan dengan waktu ijaabah pada hari jum’at?” Lalu Abu Burdah mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan.’” (HR. Muslim)


Imam Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat di atas. Sedangkan Imam As-Suyuthirahimahullah menentukan waktu yang dimaksud adalah ketika shalat didirikan.


b. Batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘ashar


Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Hari jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘ashar.”(HR. Abu Dawud)


Dan yang menguatkan pendapat kedua ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakn bahwa, “Ini adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi salaf dan banyak sekali hadits-hadits mengenainya.”


5. Dosa-dosanya diampuni antara jum’at tersebut dengan jum’at sebelumnya


Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


“Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.”(HR. Bukhari)


Amalan-Amalan yang Disyari’atkan pada Hari Jum’at


1. Memperbanyak shalawat


Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberkata, “Perbanyaklah shalawat kepadaku setiap hari jum’at karena shalawatnya umatku akan dipersembahkan untukku pada hari jum’at, maka barangsiapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, dia akan paling dekat derajatnya denganku.” (HR. Baihaqi dengan sanad shahih)


2. Membaca surat Al Kahfi


Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at akan diberikan cahaya baginya diantara dua jum’at.” (HR. Al Hakim dan Baihaqi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)


3. Memperbanyak do’a (HR Abu Daud poin 4b.)


4. Amalan-amalan shalat jum’at (wajib bagi laki-laki)



  • Mandi, bersiwak, dan memakai wangi-wangian.

  • Berpagi-pagi menuju tempat shalat jum’at.

  • Diam mendengarkan khatib berkhutbah.

  • Memakai pakaian yang terbaik.

  • Melakukan shalat sunnah selama imam belum naik ke atas mimbar.


Saudariku, setelah membaca artikel tersebut semoga kita bisa mendapat manfaat yang lebih besar dengan menambah amalan-amalan ibadah yang disyari’atkan. Sungguh begitu banyak jalan agar kita bisa meraup pahala sebanyak-banyaknya sebagai bekal perjalanan kita di akhirat kelak. Wallahu a’lam.


Maraji’:




  1. Do’a dan Wirid, Pustaka Imam Asy-Syafi’i


  2. Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-ladziina Aamanuu, Pustaka Al-Kautsar


  3. Amalan dan Waktu yang Diberkahi, Pustaka Ibnu Katsir


***


Sumber :  www.muslimah.or.id



Ternyata Hari Jum’at itu Istimewa

10 Renungan Bagi Yang Ditimpa Ujian/Musibah



Ujian menyerang siapa saja tidak pandang bulu. Sebagaimana orang miskin diuji…orang kayapun demikian. Sebagaimana rakyat jelata hidup di atas ujian…para penguasa juga diuji. Bahkan bisa jadi ujian yang dirasakan oleh para penguasa dan orang-orang kaya lebih berat daripada ujian yang dirasakan oleh orang-orang miskin dan rakyat jelata.


Jangan disangka hanya si miskin yang menangis akibat ujian yang ia hadapi…, atau hanya si miskin yang merasakan ketakutan…bahkan seorang penguasa bisa jadi lebih banyak tangisannya dan lebih parah ketakutan yang menghantuinya daripada si miskin. Intinya setiap yang bernyawa pasti diuji sebelum maut menjemputnya…siapapun juga orangnya. Entah diuji dengan kesulitan atau diuji dengan kelapangan, kemudian ia akan dikembalikan kepada Allah untuk dimintai pertanggung jawaban bagaimana sikap dia dalam menghadapi ujian tersebut. Allah berfirman :


كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ


“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan” (QS Al-Anbiyaa’ : 35)


Memang dunia ini adalah medan ujian…kehidupan ini ada medan perjuangan…Allah berfirman ;


تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (١) الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ


“Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”
 (QS Al-Mulk : 1-2)


وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا


“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya”
 (QS Huud : 7)


Jikalau orang kafir juga tidak selamat dari ujian kehidupan, maka apatah lagi seorang yang beriman kepada Allah?, pasti akan menghadapi ujian. Allah berfirman :


أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ


“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS Al-’Ankabuut : 2)


وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ


“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS Al-Baqoroh : 155)


أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ


“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat” (QS Al-Baqoroh : 214)


Bahkan semakin tinggi iman seseorang maka semakin banyak ujian yang akan ia hadapi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :


أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ ، ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ ، فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صَلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِيْ دِيْنِهِ رِقَّةٌ اُبْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ


“Orang yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian yang paling sholeh dan seterusnya. Seseorang diuji berdasarkan agamanya, jika agamanya kuat maka semakin keras ujiannya, dan jika agamanya lemah maka ia diuji berdasarkan agamanya. Dan ujian senantiasa menimpa seorang hamba hingga meninggalkan sang hamba berjalan di atas bumi tanpa ada sebuah dosapun”
 (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 143)


Jika anda terkadang merasakan ujian yang terus menimpa anda maka itulah yang pernah dirasakan oleh seorang Imam besar sekelas Imam Syafii. Al-Imam Asy-Syafii rahimahullah berkata :


مِحَنُ الزَّمَانِ كَثِيْرةٌ لاَ تَنْقَضِي … وَسُرُوْرُهَا يَأْتِيْكَ كَالْأَعْيَادِ


Cobaan zaman banyak tidak habis-habisnya….


Dan kegembiraan zaman mendatangimu (sesekali) seperti sesekalinya hari raya


Bahkan terkadang ujian datang bertubi-tubi dan bertumpuk-tumpuk. Imam Syafi’i rahimahullah juga berkata :


تَأْتِي الْمَكَارِهُ حِيْنَ تَأْتِي جُمْلَةً … وَأَرَى السُّرُوْرَ يَجِيْءُ فِي الْفَلَتَاتِ


“Hal-hal yang dibenci tatkala datang bertumpuk-tumpuk…


Dan aku melihat kegembiraan datang sesekali”


Berikut ini 10 perkara yang hendaknya direnungkan oleh anda jika anda ditimpa musibah atau ujian :


Pertama : Yakinlah bahwa selain andapun juga diuji. Ada yang diuji dengan kemiskinan…, ada yang diuji dengan harta, jabatan, dan kekuasaan…ada yang diuji dengan istri yang berakhlak buruk…, ada wanita yang diuji dengan suami bejat…, ada wanita yang diuji dengan mertua jahat…, ada yang diuji dengan ibunya…, dan terlalu banyak model ujian yang menimpa manusia. Maka anda sebagaimana manusia-manusia yang lain yang juga ditimpa musibah/ujian yang beraneka ragam


Kedua : Sabarlah dengan ujian yang sedang anda hadapi…, Alhamdulillah anda masih bisa memikulnya. Bisa jadi jika anda diuji dengan ujian yang lain maka anda tidak akan mampu menghadapinya. Yakinlah bahwa tidaklah Allah menguji kecuali dengan ujian yang mampu dihadapi oleh seorang hamba


Ketiga : Terkadang syaitan membisikkan kepada anda bahwa ujian yang anda hadapi sangatlah berat dan tidak mungkin untuk anda pikul…maka ingatlah bahwa saat ini masih terlalu banyak orang yang diuji dengan ujian yang jauh lebih berat dengan ujian yang sedang anda hadapi


Keempat : Bukankah ujian jika dihadapi dengan kesabaran maka akan menghapus dosa-dosa dan meninggikan derajat??


Kelima : Bahkan bisa jadi Allah menghendaki anda untuk meraih sebuah tempat yang tinggi di surga yang tidak mungkin anda peroleh dengan hanya sekedar amalan-amalan sholeh anda. Amalan sholeh anda tidak cukup untuk menaikan anda ke tempat tinggi tersebut. Anda tidak akan mampu untuk sampai ke tempat tinggi tersebut kecuali dengan menjalani ujian-ujian yang tidak henti-hentinya untuk mengangkat derajat anda


Keenam : Ingatlah… dengan ujian terkadang kita baru sadar bahwasanya kita ini sangatlah lemah dan selalu butuh kepada Allah Yang Maha Kuasa. Terkadang kita baru mengenal yang namanya khusyu’ dalam sholat…kita baru bisa merasakan kerendahan yang disertai deraian air mata…kita baru bisa merasakan nikmatnya ibadah…tatkala ujian datang…tatkala musibah menerpa.


Ketujuh : Ingatlah…dengan ujian atau musibah yang menimpa kita terkadang menghilangkan sifat ujub pada diri kita. Karena tatkala kita rajin beribadah dan selalu mendapatkan kenikmatan terkadang timbul ujub dalam diri kita dengan merasa bahwa diri kita hebat selalu beruntung. Jangan sampai kita salah persepsi dengan menganggap tanda kecintaan Allah kepada seorang hamba adalah tidak ditimpanya sang hamba dengan musibah. Bahkan perkaranya justru sebaliknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda


إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ


“Jika Allah mencintai sebuah kaum maka Allah akan menguji mereka” 
(Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 146)


Kedelapan : Berhusnudzonlah kepada Allah, yakinlah bahwa dibalik ujian dan musibah yang menimpamu ada kebaikan dan hikmah. Justru jika ujian tersebut tidak datang dan jika musibah tersebut tidak menimpamu maka akan lebih buruk kondisimu. Allah berfirman :


وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ


“Dan boleh jadi kalian membeci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian” (QS Al-Baqoroh : 216)


Kesembilan : Bahkan bisa jadi musibah atau ujian yang kita benci tersebut bahkan mendatangkan banyak kebaikan. Allah berfirman:


فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلُ اللهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا


“Maka mungkin kalian membenci sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”
 (QS An-Nisaa : 19)


Kesepuluh : Ingatlah bahwasanya tidak ada istrirahat total…kegembiraaan total…kecuali di akhirat kerak. Selama anda masih hidup di dunia maka siap-siaplah dengan ujian yang menghadang. Bersabarlah…tegarlah…demi meraih ketentaraman dan kebahagiaan abadi kelak di surga. Ada orang awam yang berkata, “Kalau mau hidup di dunia harus siap diuji, kalau tidak mau diuji ya…jangan hidup di dunia !!!”


 


Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 30-03-1433 H / 22 Februari 2011 M


Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja


Sumber : www.firanda.com



10 Renungan Bagi Yang Ditimpa Ujian/Musibah

Dua Hal Yang Berbeda, Antara Mengharapkan Taubatnya Ahlu Bid’ah Dan Larangan Bermajelis Dengannya



Oleh : Abu Ibrahim ‘Abdullah bin Mudakir Al-Jakarty


Pintu taubat selalu terbuka bagi orang yang melakukan perbutan dosa selama nyawa belum sampai tenggorokkan dan matahari belum terbit dari barat. Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :


وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا


“Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih. Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Qs. Al-Furqan : 68-70)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :



إِنَّ اللَّهَ عَزَّوَجَلَّ لَيَقْبَ لُتَوْبَةَ الْعَبْدِ، مَا لَمْ يُغَرْغِرْ


“Sesungguhnya Allah Azza wajalla menerima taubat seorang hamba, selama nyawa belum sampai tenggorokkan.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :



مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ


“Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, Allah menerima taubatnya.” (HR. Muslim)


Termasuk pintu taubat pun terbuka bagi ahlu bid’ah, orang-orang sesat lagi menyimpang. Kita senantiasa mengharapkan taubatnya mereka. Namun bukan berarti atau jangan disalah pahami dengan ini boleh bagi kita untuk bermajelis dan duduk-duduk dengan ahlu bid’ah. Perhatikan dalil-dalil berikut ini.


Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :


وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللهَ جَامِعُ المُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا


“Dan sungguh, Allah telah menurunkan (ketentuan) kepada kamu di dalam Kitab (Al Quran) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” (Qs. an-Nisā’ : 140)


Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :


وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ


“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain dan jika syaithan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang dzalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (Qs. al-An’ām : 68)


Berkata Al-Imam Syaukani  Rahimahullah:



وفي هذه الآية موعظة عظيمة لمن يتسمح بمجالسة المبتدعة، الذين يحرّفون كلام الله،ويتلاعبون بكتابه وسنة رسوله، ويردّون ذلك إلى أهوائهم المضلة وبدعهم الفاسدة، فإنإذا لم ينكرعليهم ويغير ما هم فيه فأقلّ الأحوال أن يترك مجالستهم ،وذلك يسيرعليه غيرعسير . وقد يجعلون حضوره معهم مع تنزّهه عما يتلبسون به شبهة يشبهون بها علىالعامة، فيكون في حضوره مفسدة زائدة على مجرد سماع المنكر


 


“Di dalam ayat ini terdapat nasehat yang agung bagi orang bermurah hati (ramah -ed) dengan duduk-duduk kepada ahlu bid’ah yang mereka menyelewengkan kalamullah (Al-Qur’an, ayat-ayat-Nya -ed), bermain-main dengan Kitab-Nya, sunnah Rasul-Nya yang mereka inginkan dengan itu yaitu mengajak kepada hawa nafsu mereka yang sesat, dan kebid’ahan mereka yang rusak, maka apabila tidak bisa mengingkari mereka dan merubah apa yang ada pada mereka, maka keadaan yang paling ringan adalah dengan meninggalkan duduk-duduk bersama mereka, yang demikian itu mudah atasnya tidaklah sulit. Dan sungguh dengan hadirnya seseorang bersama mereka (ahlu bid’ah) bersamaan dengan bersihnya orang tersebut dari apa yang mereka samarkan (rancukan dari kebenaran) dengan syubhat, yang menjadi syubhat atas kebanyakan orang, maka menjadikan hadirnya (bersama ahlu bid’ah) sebuah kerusakan yang lebih dibandingkan sekedar mendengarkan kemungkaran.” (Fathul Qadiir, Pada Ayat ini)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :



مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّاأَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًاخَبِيثَةً


“Sesungguhnya perumpamaan orang yang bergaul dengan orang yang shalih dan orang yang jahat, seperti orang yang bergaul dengan seorang yang membawa minyak wangi dan pandai besi, orang yang membawa minyak wangi (tukang minyak wangi) mungkin memberi minyak wangi kepadamu atau engkau membeli darinya, paling tidak engkau mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai  besi  kemungkinan apinya akan membakar bajumu atau engkau mendapati bau yang tidak enak darinya.” (HR. Bukhari : 5534 dan Muslim : 2628 dari shahabat Abu Musa Al-Asy’ari)


Berkata Al-Haafidz Ibnu Hajar Rahimahullah :


وفي الحديث النهى عن مجالسة من يتأذى بمجالسته في الدين والدنيا والترغيب في مجالسة من ينتفع بمجالسته فيهما


“Pada hadits ini terdapat larangan dari bergaul kepada orang yang berdampak (jelek –ed) bagi agama dan dunia dan anjuran untuk bergaul kepada orang yang bermanfaat bagi agama dan dunia.” (Fathul Bari : 4/324, Daarul Hadits Al-Qaahirah)


Berkata Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah :



فِيهِ تَمْثِيله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجَلِيس الصَّالِح بِحَامِلِ الْمِسْك، وَالْجَلِيس السُّوء بِنَافِخِالْكِير، وَفِيهِ فَضِيلَة مُجَالَسَة الصَّالِحِينَ وَأَهْل الْخَيْر وَالْمُرُوءَة وَمَكَارِم الْأَخْلَاق وَالْوَرَعوَالْعِلْم وَالْأَدَب، وَالنَّهْي عَنْ مُجَالَسَة أَهْل الشَّرّ وَأَهْل الْبِدَع، وَمَنْ يَغْتَاب النَّاس، أَوْيَكْثُرفُجْرُهُ وَبَطَالَته . وَنَحْو ذَلِكَ مِنْ الْأَنْوَاع الْمَذْمُومَ


“Di dalam hadits (ini) terdapat perumpamaan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa teman duduk yang shalih seperti penjual minyak wangi dan perumpamaan teman duduk yang jelek seperti pandai besi, dan di dalamnya (di dalam hadits) terdapat keutamaan bergaul dengan orang shalih, orang yang baik, orang yang menjaga muru’ah (wibawa/kehormatan), orang yang mempunyai akhlaq yang mulia, orang yang wara’ dan memiliki adab dan (di dalam hadits ini –ed) terdapat larangan dari bergaul dengan orang yang jelek, ahlu bid’ah, orang yang mengumpat manusia, atau bergaul dengan orang yang banyak berbuat dosa dan pengangguran dan semisalnya dari macam-macam orang yang tercela.”(Syarh Shahih Muslim : 8/427)


Dalil-dalil di atas sangatlah jelas bagi kita akan dilarangnya seseorang bermajelis dan duduk dengan ahlu bid’ah, orang-orang sesat dan menyimpang. Mengharap taubatnya ahlu bid’ah dan orang-orang sesat adalah sebuah perkara. Dan menjauhi ahlu bid’ah adalah perkara yang lain.


Perhatikan perkataan para ulama tentang larangan dari bergaul, bermajelis dengan ahlu bid’ah, orang-orang sesat dan menyimpang.


Berkata Abu Qilabah Rahimahullah :



لا تجالسوا أهل الأهواء، ولا تجادلوهم، فإني لا آمن أن يغمسوكم في الضلالة، أو يلبسواعليكم في الدين بعض ما لبس عليهم


“Janganlah kalian duduk bersama ahlu ahwa’ (ahlu bid’ah –ed) dan janganlah mendebat mereka dikarenakan sesungguhnya aku  tidak merasa aman mereka menanamkan kesesatan kepada kalian  atau menyamarkan (merancukan –ed) kepada kalian perkara agama, sebagian perkara agama yang mereka samarkan.” (Asyari’ah Al-Ajuri : 56 – Al Ibanah Ibnu Bathah : 2/437)


Ismail bin Khorijah menceritakan, beliau berkata :



دخل رجلان على محمد بن سيرين من أهل الأهواء، فقالا : يا أبا بكر نحدثك بحديث؟ قال :لا  قالا : فنقرأ عليك آية من كتاب الله عزوجل؟ قال : لا، لتقومن عني أو لأقومن


“Dua orang dari ahlu ahwa’ (ahlu bid’ah) masuk menemui Muhammad bin Siiriin mereka berdua berkata : “Wahai Abu Bakar (kunyah ibnu Siiriin –ed), kami akan menyampaikan satu hadits kepadamu? Berkata (Ibnu Siiriin) : “Tidak.” Berkata lagi dua orang tersebut : “Kami akan membacakan satu ayat kepadamu dari Kitabullah (al-Qur’an) Azza wa Jalla?” Berkata (Ibnu Siiriin) : “Tidak. Kalian pergi dariku atau aku yang pergi.” (Asyari’ah Al-Ajuri : 57 – Al Ibanah Ibnu Bathah : 2/446)


Bahkan inilah (tidak bergaul dengan ahlu bid’ah dan orang-orang sesat) adalah salah satu ciri atau karakteristik seorang yang mengaku dirinya sebagai seorang salafy.


Berkata Al-Fudhail bin ‘Iyyadh rahimahullah :



أدركت خيار الناس كلهم أصحاب سنة وينهون عن أصحاب البدع


“Saya telah mendapatkan bahwa sebaik-baik manusia seluruhnya adalah ahlussunnah dan mereka senantiasa melarang bergaul dengan ahlu bid’ah.” (I’tiqaad Ahli Sunnah, Al-Lalikai 1/138)


Dan sangat dikhawatirkan orang yang bergaul dan bermajelis dengan ahlu bid’ah akan terpengaruh.


Ibnu Baththah Al-Ukbary berkata :



ولقد رأيت جماعة من الناس كانو ايلعنونهم، ويسبونهم، فجالسوهم على سبيل الإنكار،والرد عليهم، فمازالت بهم المباسطة وخفي المكر، ودقيق الكفرحتى صبو إليهم


“Saya pernah melihat sekelompok manusia yang dahulunya melaknat ahlu bid’ah, lalu mereka duduk bersama ahlu bid’ah untukmengingkari dan membantah mereka dan terus menerus orang-orang itu bermudah-mudahan, sedangkan tipu daya itu sangat halus dan kekafiran sangat lembut dan akhirnya terkena kepada mereka.”(Al-Ibanah : 2/470).


Semoga Allah memberikan pemahaman agama dan menjaga serta mengistiqamahkan kita semua. Amin, wallahu a’alam bis shawwab.


sumber :  http://untukpencarikebenaran.wordpress.com/



Dua Hal Yang Berbeda, Antara Mengharapkan Taubatnya Ahlu Bid’ah Dan Larangan Bermajelis Dengannya