Oleh:Â Ust. Aunur Rofiq bin Ghufron
Islam adalah agama yang sempurna, yang membahas semua masalah hidup manusia. Bayi yang berumur tujuh hari pun dibahas dalam Islam. Orang tua yang mau mengawali mendidik anaknya semenjak lahir berdasarkan al-Quran dan as- Sunnah, insya Allah anaknya akan menjadi shalih dan shalihah. Seperti halnya orang yang bercocok tanam, apabila benih sudah tumbuh, lalu dipupuk dan dijauhkan dari semua gangguan yang menghambat pertumbuhannya, insya Allah akan menghasilkan buah yang baik. Jadi, orang tua harus menuntut ilmu syariat Islam untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi anak yang shalih dan shalihah.
YANG DILAKUKAN PADA HARI KETUJUH
Apa yang harus dilakukan orang tua saat anak berumur tujuh hari? Jawabnya ada dalam hadits dari Samurah bin Jundub Radhiyallaahu âanhu bahwa Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam bersabda:
ÙÙÙÙ٠غÙÙÙØ§Ù ٠رÙÙÙÙÙÙØ©Ù Ø¨ÙØ¹ÙÙÙÙÙÙØªÙÙÙ ØªÙØ°ÙØ¨ÙØÙ Ø¹ÙÙÙÙÙ ÙÙÙÙÙ Ù Ø³ÙØ§Ø¨ÙعÙÙÙ ÙÙÙÙØÙÙÙÙÙ ÙÙÙÙØ³ÙÙ ÙÙÙ
âSetiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih pada hari ketujuh dari hari kelahirannya, dicukur rambut kepalanya, dan diberi nama.â (HR. Abu Dawud 2838, shahih)
Inilah amalan yang sesuai sunnah Nabi Shallallaahu âalaihi wa sallam saat bayi berumur tujuh hari. Sebuah amal ibadah yang hendaknya diilmui oleh orang tua ketika mendapat karunia anak.
1. AQIQAH
Aqiqah adalah penyembelihan kambing pada hari ketujuh setelah anak lahir. Jika anaknya laki-laki maka menyembelih dua kambing, dan jika anak perempuan maka menyembelih satu kambing. Hal ini sebagai tanda syukur kepada Allah âAzza wa Jalla. Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam bersabda:
« اÙÙØºÙÙÙØ§Ù Ù Ø´ÙØ§ØªÙاÙÙ ÙÙØ¹ÙÙ٠اÙÙØ¬ÙارÙÙÙØ©Ù Ø´ÙØ§Ø©Ù ÙÙØ§ ÙÙØ¶ÙرÙÙÙÙÙ Ù Ø£ÙØ°ÙÙÙØ±ÙاÙÙØ§ ÙÙÙÙ٠أÙ٠٠إÙÙÙØ§Ø«Ùا »
â(Aqiqah) bagi anak laki-laki adalah dua ekor kambing, dan bagi anak perempuan adalah seekor kambing, baik kambing betina maupun jantan.â (Shahih Abu Dawud 2835)
Menyembelih satu kambing pun boleh, apabila tidak mampu, sebagaimana Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam yang mengaqiqahi cucunya, Hasan dan Husain, masing-masing dengan satu ekor kambing.1 Bahkan jika tidak mampu, tidak mengadakan aqiqah pun tidak berdosa.2 Atau boleh juga mengaqiqahinya kelak jika sudah mampu.
Dan aqiqah ini tidak harus orang tua yang menanggungnya, tetapi selain orang tua pun boleh, sebagai Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam yang mengaqiqahi Hasan dan Husain.
Adapun kebiasaan orang Jawa yang apabila punya anak maka orang tua mengadakan selamatan, maka sebaiknya diganti aqiqah saja, agar sesuai dengan sunnah Nabi Shallallaahu âalaihi wa sallam.
Daging aqiqah boleh dibagikan mentah atau dimasak terlebih dahulu, dan yang lebih utama dibagikan kepada kerabat dekat dan tetangga. Jika mengundang, sebaiknya tidak mengundang kawan yang jauh tempat tinggalnya agar tidak mengganggu waktu dan pekerjaannya.
2. MEMBERI NAMA
Sudah menjadi fitrah manusia, jika sang bayi lahir, orang tua ingin memberi nama anak dengan nama yang baik. Nama memang sangat berarti, bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa nama adalah lambang kepribadian anak. Oleh karena itu, orang tua ketika memilih nama yang baik untuk anaknya hendaknya bukan hanya yang enak didengar, tetapi juga yang baik artinya. Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam pernah bersabda di atas mimbar:
غÙÙÙØ§Ø±Ù غÙÙÙØ±Ù اÙÙÙÙÙÙ ÙÙÙÙØ§ ÙÙØ£ÙسÙÙÙÙ Ù Ø³ÙØ§ÙÙÙ ÙÙÙØ§ اÙÙÙÙÙÙ ÙÙØ¹ÙصÙÙÙÙØ©Ù Ø¹ÙØµÙت٠اÙÙÙÙÙÙ ÙÙØ±ÙسÙÙÙÙÙÙ
âSebuah suku bernama Ghifar, semoga âghafarallaahu lahaaâ (Allah mengampuninya); Aslam, semoga âsaalamahallaahuâ (Allah menyelamatkannya); dan Ushayyah, mereka benar-benar âashatillaaha wa rasuulahâ (durhaka kepada Allah dan rasul-Nya).â (HR. al-Bukhari 3251)
Memberi nama hendaknya tidak dari nama-nama Allah, tidak meniru nama orang kafir dan pelaku maksiat, boleh memberi nama seperti nama para utusan Allah, nama para sahabat beliau, atau nama ulama sunnah. Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam bersabda:
Ø¥ÙÙÙÙÙÙÙ Ù ÙÙØ§ÙÙÙØ§ ÙÙØ³ÙÙ ÙÙÙÙÙ Ø¨ÙØ£ÙÙÙØ¨ÙÙÙØ§Ø¦ÙÙÙÙ Ù ÙÙØ§ÙصÙÙØ§ÙÙØÙÙÙÙ ÙÙØ¨ÙÙÙÙÙÙ Ù
âMereka itu memberi nama dengan nama nabi-nabi mereka dan orang-orang shalih sebelum mereka .â (HR. Muslim 5721)
Orang tua boleh memberi julukan kepada anaknya, seperti diawali dengan kata Abu untuk anak laki-laki, atau Ummu untuk anak perempuan, tetapi jangan dijuluki Abu al-Qasim karena julukan ini khusus untuk Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam. Pada suatu hari, beliau Shallallaahu âalaihi wa sallam pernah memanggil seorang anak kecil, âWahai Abu Umair, apa yang diperbuat oleh burung kecil ini?â Beliau juga pernah menjumpai anak perempuan yang masih kecil, lalu memanggilnya, âWahai Ummu Kholid, bagus sekali baju ini!â
Abu Hurairah Radhiyallaahu âanhu berkata bahwa Abu al-Qasim Shallallaahu âalaihi wa sallam bersabda:
سÙÙ ÙÙÙØ§ Ø¨ÙØ§Ø³ÙÙ ÙÙ ÙÙÙÙØ§ تÙÙÙØªÙÙÙÙØ§ بÙÙÙÙÙÙÙØªÙÙ
âBerilah nama dengan namaku, dan jangan kalian beri julukan dengan julukanku (yakni Abu al-Qasim).â (HR. al-Bukhari 5720)
Memberi nama boleh pada saat anak baru lahir, atau mempersiapkan nama sebelum anak lahir. Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam bersabda:
ÙÙÙÙØ¯Ù ÙÙ٠اÙÙÙÙÙÙÙÙØ©Ù ÙÙÙÙØ¯Ù سÙÙ ÙÙÙÙØªÙÙÙ Ø¨ÙØ§Ø³Ù٠٠أبÙÙ Ø¥Ø¨ÙØ±ÙاÙÙÙÙ Ù
âMalam itu aku dikaruniai anak, lalu aku beri nama dengan nama ayahku (ayah kerasulan), yakni Ibrahim. (HR. Muslim 7/76)
3. MENCUKUR RAMBUT
Hadits di atas menjelaskan bahwa bila anak sudah berumur tujuh hari, sebaiknya rambutnya dicukur habis, karena inilah anjuran Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam. Adapun kebiasaan sebagian orang yang menyisakan rambut depannya atau hanya mencukur samping kanan dan kiri serta belakang, maka hukumnya haram. Ibnu Umar Radhiyallahu âanhuma berkata: Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam melarang al-Qazaâ, yaitu mencukur rambut anak dan menyisakan sebagian rambutnya. (HR. Muslim 6/168)
Bagaimana dengan rambut yang dicukur? Diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam kitabnya al-Muwaththoâ, Imam Baihaqi dan Imam Ahmad dan ahli hadits lainnya, bahwa ketika Fatimah binti Rasulillah Shallallaahu âalaihi wa sallam melahirkan Hasan Radhiyallaahu âanhu, beliau Shallallaahu âalaihi wa sallam menyuruh Fatimah:
Ø§ÙØÙÙÙÙÙÙÙ Ø´ÙØ¹ÙرÙÙÙ Ø ÙÙØªÙØµÙØ¯ÙÙÙÙÙ٠بÙÙÙØ²ÙÙÙÙÙ Ù ÙÙ٠اÙÙÙÙØ±ÙÙ٠عÙÙÙ٠اÙÙØ£ÙÙÙÙÙØ§Ø¶Ù Ø£ÙÙ٠عÙÙÙ٠اÙÙÙ ÙØ³ÙاÙÙÙÙÙÙ
âCukurlah rambutnya, dan bersedekahlah seberat timbangannya berupa perak kepada sahabat suffah, atau berikan kepada orang miskin.â (Imam al-Albani berkata bahwa sanadnya hasan, dan diriwayatkan oleh Imam at-Thabrani di dalam kitabnya al-Muâjam al-Kabiir hadits hasan (Silsilah adh-Dhaâiifah 11/173)
Tetapi sebagian ulama melemahkan hadits ini, karena ada beberapa perawi hadits yang lemah. Wallahu aâlam.
4. KHITAN
Orang tua wajib mengkhitan putranya dan disunnahkan untuk anak putrinya. Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam bersabda:
اÙÙÙÙØ·ÙØ±ÙØ©Ù Ø®ÙÙ ÙØ³Ù اÙÙØ®ÙØªÙØ§ÙÙ ÙÙØ§ÙÙØ§Ø³ÙØªÙØÙØ¯Ùاد٠ÙÙÙÙØªÙÙ٠اÙÙØ¥ÙØ¨ÙØ·Ù ÙÙÙÙØµÙÙ Ø§ÙØ´ÙÙØ§Ø±Ùب٠ÙÙØªÙÙÙÙÙÙ٠٠اÙÙØ£ÙظÙÙÙØ§Ø±Ù
â(Sunnah) fitrah itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, mencukur kumis dan memotong kuku.â (HR. al-Bukhari 5823)
Ada yang berpendapat bahwa anak perempuan hendaknya dikhitan, berdasarkan keumuman hadits di atas. Sedangkan hadits-hadits yang secara khusus menjelaskan disyariatkannya khitan untuk anak perempuan, semuanya dhaif (lemah) sehingga tidak bisa dijadikan dasar dan pegangan. Oleh karena itulah ulama menjelaskan bahwa khitan untuk anak laki-laki hukumnya wajib, sedangkan untuk anak perempuan hukumnya sunnah, dan masih banyak pula pendapat yang lain. (Fiqhu Tarbiyatil Abnaaâ 1/61)
Mengkhitan anak sebaiknya ketika masih kecil, karena anak kecil belum punya rasa malu, kita tidak dilarang melihat auratnya, dan bisa memperingan rasa sakitnya. Berbeda ketika dia sudah besar, yang biasanya anak akan merasa malu, takut, dan rasa sakitnya tentu lebih berat. Wallahu aâlam.
Semoga dengan mengawali mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu âalaihi wa sallam ini, kita diberkahi oleh Allah, anak kita menjadi anak yang shalih dan shalihah, amin. Hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.
Bila Anak Berumur Tujuh Hari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar